Mengandalkan Kapal Selam dan Drone

Dalam beberapa hari terakhir China dilaporkan telah mengirimkan sistem pertahanan udara HQ-9 ke Pulau Woody, sebuah tempat yang disengketakan di Laut China Selatan. Laporan CNAS mengklasifikasikan HQ-9 ancaman A2 / AD sebagai jarak pendek tetapi menunjukkan bahwa pergerakan sistem tersebut ke wilayah yang disengketakan di Laut Cina Selatan, jika semakin diperkuat dalam jangka panjang akan menjadi masalah bagi Angkatan Laut AS.
Ancaman jarak menengah dan panjang juga dibahas dalam laporan ini termasuk pembom China dan rudal balistik anti-kapal seperti DF-21d dan DF-26. Dua rudal terakhir “merupakan ancaman yang signifikan untuk kapal induk dengan rentang perkiraan masing-masing 810 dan 1.620 mil laut,” tulis laporan tersebut.
Disebutkan jika DF-26 sudah operasional dan seakurat seperti yang China klaim kama rudal ini akan mampu memukul wilayah AS di Guam.
Laporan ini juga membahas kemungkinan penanggulangan untuk melawan jaringan A2 / AD canggih, termasuk proyek rail gun. Di masa depan Angkatan Laut Amerika Serikat mungkin akan menggunakan berbagai sistem dan strategi, termasuk hacking, untuk mengalahkan ancaman musuh. Namun, strategi jangka panjang, laporan itu menyarankan dengan menempatkan kekuatan tempur AS ke dalam sistem seperti kapal selam dan drone jarak jauh berbasis kapal induk. Kapal selam bisa menghindari A2 / AD dengan tetap tidak terdeteksi, sementara drone berbasis kapal induk dengan berbagai peningkatan kemampuan mereka akan memberikan kapal induk kemampuan serang yang sangat dibutuhkan untuk melawan ancaman A2 / AD.
Amerika Serikat “harus memeriksa kembali relevansi dari kapal induk dan sayap pesawat dan mengeksplorasi pilihan yang inovatif untuk operasi dan struktur kekuatan masa depan,” laporan itu menyimpulkan. “Jika hal itu dilakukan Amerika Serikat bisa mempertahankan superioritas militer di masa depan, tetapi jika tidak mampu untuk melakukan maka yang terjadi sebaliknya.”