Beberapa waktu lalu dilaporkan hacker Korea Utara berhasil menyusup jaringan komputer milik sebuah perusahaan kedirgantaraan Korea Selatan dan mencuri sejumlah data termasuk cetak biru jet tempur F-15 Eagle yang dirancang Amerika dan diproduksi di Korea. Pesawat ini telah membentuk tulang punggung angkatan udara AS, Korea Selatan dan sejumlah negara lain seperti Arab Saudi, Singapura, dan Israel.
Pertanyaannya, apakah kemudian Pyongyang kemudian mampu untuk membangun pesawat meski telah memiliki cetak biru? Jawabannya akan sangat sulit untuk melihat F-15 bergulir dari sebuah pabrik di Korea Utara dengan menggunakan kamuflase khas negara tertutup tesebut.
Hack dimulai pada 2014 dan pemerintah Korea Selatan baru mendeteksi pertama kali pada Februari tahun ini. Para hacker memperoleh akses ke jaringan dari dua konglomerat industri pertahanan di Korea Selatan dan membobol sekitar 42.000 dokumen.
Di antara dokumen yang cetak biru untuk desain sayap jet tempur bermesin supersonik F-15. Korea Aerospace Industries membangun sayap Eagle di bawah kontrak dengan Boeing AS.
Angkatan Udara AS mengoperasikan ratusan F-15. Belum pernah terkalahkan sejak debutnya pada awal tahun 1970, Eagle masih memainkan peran penting dalam misi superioritas udara Amerika. Sementara Korea Selatan mengakuisisi 61 F-15 mulai tahun 2005.
Meskipun desain dasar F-15 sekarang berusia lebih dari 50 tahun, Eagle masih menjadi salah satu pesawat tempur paling canggih di dunia terlebih dibandingkan dengan pesawat tempur paling canggih yang dimiliki Korea Utara.
Meski Pyongyang sering membuat orang kagum karena berhasil memproduksi senjata api sendiri, artileri, kendaraan lapis baja, dan kapal perang, tetapi mereka sepertinya tidak pernah cukup menguasai seni merancang dan manufaktur pesawat militer. Angkatan Udara Korea mengoperasikan ratusan jet tempur, tetapi kebanyakan adalah pesawat mesin tunggal MiG-21 yang dibeli Korea Utara dari Uni Soviet di tahun 1960-an, 70-an, dan 80-an dan masih dipertahankan hingga sekarang.
Meski supersonik dan sangat bermanuver, MiG-21 harus diakui ada jauh di bawah kemampuan jet yang lebih modern seperti F-15.
Secara teori, Pyongyang akan membangun pesawat tempur baru untuk menggantikan pesawat tua terlebih ketika telah mendaptakan mencari cetak biru untuk membangunnya.
Tapi dalam praktiknya, Korea Utara tidak memiliki pengetahuan maupun dan sumber daya untuk menyalin F-15 atau bahkan mengadaptasi cetak biru Eagle untuk desain sendiri.
“Korea Utara tidak akan mampu membangun angkatan udara yang serius,” kata Dr. Robert Edwin Kelly, seorang profesor di Universitas Nasional Pusan di Korea Selatan, kepada The Daily Beast melalui email Jumat 17 Juni 2016.
Pada 1980-an, Korea Utara sebenarnya telah mendirikan pabrik jet tempur yang dikenal sebagai Seventh Machine Industry Bureau di Panghyon dan kemudian membeli dari Soviet komponen dari pesawat dua mesin MiG-29. Tetapi dalam perjalanan Seventh Machine Industry Bureau hanya berhasil merakit tiga MiG-29. “Rencananya terbukti terlalu ambisius untuk Korea Utara,” jelas Stijn Mitzer dan Joost Oliemans, ahli militer independen yang menulis bersama di Blog Oryx.