Su-35 Indonesia Masih Lama, Rusia Belum Setuju Komoditi Yang Dibarter
Su-35

Su-35 Indonesia Masih Lama, Rusia Belum Setuju Komoditi Yang Dibarter

Pembelian jet tempur Su-35 oleh Indonesia tetap saja belum mencapai titik temu. Rusia dilaporkan belum setuju dengan daftar komoditas imbal beli yang diajukan Indonesia untuk membayar jet tempur canggih tersebut.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, saat ini Kemendag telah menyampaikan daftar komoditas imbal beli Sukhoi SU-35 kepada Rusia.

Menurutnya setidaknya ada 16 komoditas yang diajukan sebagai komoditas barter dengan Rusia, di antaranya berupa minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya, karet, biskuit, dan kopi.

“Kami sudah ajukan daftar komoditas dan draf tata kerja kelompok kepada pihak Rusia. Namun, hingga saat ini belum ada kepastian dari Rusia apakah mereka menerima komoditas yang kita ajukan apa tidak?” ujarnya Rabu, 13 Februari 2019.

Oke melanjutkan, dalam kerja sama dagang tersebut, Rusia diwajibkan untuk membeli komoditas asal Indonesia sebesar 50 persen dari nilai pembelian Sukhoi tersebut. Dia mengatakan, total nilai pembelian untuk 11 unit alat tempur tersebut sejumlah US$ 1,14 miliar di mana kontribusi dari imbal beli mencapai US$ 570 juta.

Menurutnya, Pemerintah terus menunggu kesediaan dari Rusia terkait dengan komoditas yang ditawarkan itu. Dia mengklaim, komoditas yang diajukan oleh Indonesia telah disesuaikan dengan kebutuhan pasar di Rusia.

Adapun, pada tahun lalu, Indonesia sempat mengajukan 20 komoditas yang akan dipertukarkan dengan Rusia. Namun, beberapa komoditas yang diajukan ditolak oleh Rusia lantaran telah diproduksi oleh Rusia. Dia menyebutkan, salah satu komoditas yang diajukan Indonesia tetapi ditolak oleh Rusia adalah seragam militer.

Sementara itu, Kepala Pusat Komunikasi Kementerian Pertahanan Totok Sugiharto mengatakan, kontrak pembelian seharusnya sudah efektif pada Agustus 2018, sehingga dua dari 11 pesawat yang dipesan pemerintah bisa masuk Indonesia pada tahun ini.

Namun, lanjutnya, dengan masih terjadinya proses pembahasan mengenai komoditas yang dijadikan imbal dagang antara Indonesia dengan Rusia, target tersebut terancam molor.

“Urusan mengenai spesifikasi pesawat sudah selesai di kami. Kalau di Kementerian Perdagangan  sampai saat ini masih tertahan dalam hal kesepakatan komoditas yang dijadikan imbal beli, maka besar kemungkinan Sukhoi yang kami pesan terlambat datang,” katanya sebagaimana dilaporkan Tempo.co

Dia mengatakan, proses pembelian Sukhoi masih cukup panjang. Menurut Totok apabila kesepakatan kesepakatan mengenai komoditas imbal beli antara Rusia dan Kemendag telah terjadi, proses selanjutnya adalah penetapan transaksi antarnegara oleh Kementerian Keuangan Indonesia.

Apabila transaksi kedua negara berjalan lancar, pesawat tempur dengan spesifikasi persenjataan lengkap  tersebut akan datang secara bertahap, yakni kloter pertama dua pesawat, lalu kloter kedua empat pesawat dan kloter ketiga lima pesawat.

Pengiriman kloter pertama itu, ditargetkan dapat dilakukan pada Agustus 2019 atau sebelum hari ulang tahun Tentaran Negara Indonesia (TNI) pada 5 Oktober.

“Untuk itu saat ini kami sedang menunggu perkembangan terbaru dari Kemendag. Kami harapkan segera selesai proses transaksinya supaya pesawat baru itu bisa segera kami gunakan untuk meremajakan armada kami yang lama,” katanya.

Dia menambahkan, kesepakatan awap pembelian 11 Sukhoi dengan skema imbal beli itu ditanda tangani ole kedua negara pada Februari 2018 lalu.