Dokumen yang dirilis pada bulan Maret menunjukkan rencana ambisius Angkatan Darat Amerika untuk menggandakan jangkauan artileri howitzer lapis baja M109 Paladin telah gagal.
meskipun telah mengirimkan prototipe yang berfungsi untuk menembakkan tembakan uji ke sasaran hingga jarak 61 mil.
Prototipe M1299 Extended Range Cannon Artillery (ERCA) sebenarnya telah dikirimkan. Dan pengujian menunjukkan howitzer itu bisa menembak hingga jarak hampir 100 km. ERCA menggunakan laras kaliber 58 yang lebih panjang. Ini dapat menghasilkan tekanan internal yang diperlukan untuk melontarkan peluru 155 milimeter ke sasaran yang jaraknya puluhan km.
Tetapi M1200 tidak bisa mengeksekusi tembakan jarak jauh itu tanpa mematahkan larasnya lebih cepat dari biasanya.
Enam tahun lalu, Angkatan Darat Amerika meluncurkan program Long Range Precision Fire. Sebuah upaya untuk memperluas jangkauan pasukan artileri dan rudal serangan daratnya secara signifikan. Hal ini akan memberikan opsi serangan yang lebih baik kepada komandan darat. Sekaligus mengurangi risiko serangan balik oleh artileri musuh. Lagi pula, tidak ada yang lebih aman daripada menyerang musuh dari jarak jauh sehingga mereka tidak dapat menjangkau Anda.
ERCA adalah item kunci dalam rencana tersebut. Upaya yang dilakukan adalah menggandakan jangkauan maksimum M109 Paladin. Howitzer ini bisa menyerang pada jarak sekitar 38 km. Dan sekitar 65 km saat ini menggunakan proyektil yang dibantu roket.
Peningkatan jangkauan ini akan dicapai melalui penggunaan proyektil dibantu roket XM1113 yang mulai beroperasi pada tahun 2016. Dan dikombinasikan dengan propelan yang disebut XM654 SuperCharge, serta tabung senjata XM907 kaliber 58 yang diperpanjang. Meningkat dari meriam kaliber 39 yang digunakan M109. Semua dipasang pada kendaraan yang disebut M1299.
M1299 mengawinkan meriam XM907 dengan sasis varian terbaru howitzer lapis baja M109 yang disebut M109A7 PIM. Kendaraan yang memperkenalkan lambung kendaraan tempur Bradley . Tabung senjata XM907 sepanjang 29,5 meter dapat meningkatkan tekanan yang mendorong peluru keluar dari laras hingga tiga kali kecepatan suara. Ini pada akhirnya meningkatkan jangkauan.
Pada tahun 2018 XM907 berhasil melakukan uji tembakan sejauh 62 km dari howitzer M777. Dua tahun kemudian pada bulan Maret 2020, sebuah kendaraan M1299 juga melakukan uji tembak. Termasuk yang tepat mendarat di sebuah van yang berjarak sekitar 103 km.
Kemudian pada bulan Desember senjata ini menyerang target dari jarak 70 kilometer menggunakan amunisi dipandu GPS M982 Excalibur. Sebuah amunisi yang dipandu inersia . Pada M109 biasa, peluru tersebut dibatasi pada jangkauan maksimum 40 km.
Satu batalion penuh yang terdiri dari 18 prototipe M1299, ditambah dua lagi untuk pengujian destruktif dikirim untuk pengujian operasional pada tahun 2023. Dari sana, Angkatan Darat Amerika mengharapkan pesanan produksi untuk menghidupkan kembali artileri jarak jauh yang sudah pensiun dalam bentuk M107 dan M110. Ini digunakan untuk menyerang sasaran bernilai tinggi jauh di belakang garis musuh seperti sistem pertahanan udara , pos komando, jembatan dan tentu saja artileri musuh.
Dilarang menggunakan materi ini untuk channel YouTube tanpa izin dari JejakTapak
Angkatan Darat juga berencana untuk menggandakan jangkauan M1299 lagi menjadi 112 hingga 128 km. Caranya dengan menembakkan peluru Extended Range Artillery Projectile (ERAP) 155 milimeter yang lebih eksotis. Amunisi yang selanjutnya akan diberi nama XM1155.
Baik Boeing maupun Raytheon menawarkan amunisi yang ditenagai oleh mesin ramjet bahan bakar padat. Ini akan sangat efisien untuk menggerakkan kendaraan yang sudah bergerak dengan kecepatan supersonik.
BAE Systems juga bersaing dengan amunisi non-ramjet yang disebut XM1155-SC. Aslinya berasal dari proyektil hypervelocity HVP-ER yang dikembangkan untuk railgun Angkatan Laut yang dibatalkan. Amunisi memiliki jangkauan hingga 109 km.
Seharusnya, XM1155-SC berharga kurang dari US$85.000 atau sekitar Rp1,3 miliar. Harga tersebut tidak cukup murah untuk digunakan secara massal. Setidaknya dibandingkan dengan amunisi ‘bodoh’ yang masing-masing berharga US$3.000 atau sekitar Rp47 juta. Namun biayanya masih lebih murah dibandingkan dengan harga Excalibur. Dengan demikian mungkin masuk kategori layak. Terutama sebagai senjata untuk menyerang target titik yang berharga.
Angkatan Darat juga mengembangkan Advanced Autoloader. Ini akan mengurangi awak howitzer dan meningkatkan laju tembakan lonjakan lebih dari tiga kali lipat. Atau dari 3 peluru per menit menjadi 10 peluru.
Namun, menyeimbangkan senjata ERCA yang panjang sudah sulit. Dan menjadi lebih sulit lagi dengan autoloader berukuran penuh. Hal ini memaksa para teknisi untuk mengurangi magasin pemuat otomatis dari 31 peluru menjadi hanya 23 peluru.
Namun dan M1299 terbukti menjadi satu -satunya program dari 24 program yang dijanjikan Angkatan Darat pada tahun 2023 yang tidak terlaksana. Masalahnya ternyata adalah keausan laras. Senjata kuat yang menembakkan peluru kuat mengkikis kuat melalui laras senapannya.
Penembakan yang berulang-ulang secara bertahap akan melemahkan semua senjata artileri. Dan keausan tersebut dipercepat selama laju tembakan yang tinggi. Ini akan dengan cepat membuat laras menjadi terlalu panas dan menyebabkan lengkungan. Dan tembakan jarak jauh menggunakan jumlah muatan maksimum menimbulkan tekanan kinetik maksimal pada laras.
Laras yang sudah usang menjadi semakin tidak akurat. Dan barel yang digunakan secara berlebihan di luar toleransi keselamatan berisiko meledak. Sementara penggunaan berlebihan seperti ini sangat umum terjadi dalam konflik berintensitas tinggi seperti yang terjadi di Ukraina. Perbaikan sederhana dengan meningkatkan ketebalan barel akan menyebabkan terlalu banyak penambahan berat . Sesuatu yang berisiko menyebabkan ketidakseimbangan kendaraan.
Jadi meskipun dapat menghasilkan beberapa tembakan jarak jauh yang mengesankan, M1299 harus segera ditarik dari layanan operasional. Ini karena penggantian barel mahal dan memakan waktu.
Angkatan Darat belum menemukan solusi terhadap keausan yang berlebihan pada saat prototipe dikirimkan. Kantor Akuntabilitas Pemerintah mengeluarkan laporan yang memperingatkan bahwa anggaran program tersebut telah membengkak sebesar US$78 juta melebihi perkiraan anggaran. Selainitu juga terlambat dari jadwal. Hal ini mengarah pada keputusan pada tahun 2024 untuk menghentikan proyek yang tadinya tampak menjanjikan, cepat, dan terjangkau.