Pada akhir 2019, mega proyek yang telah lama menjadi “mimpi” Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yakni membuat Kanal Istanbul sepanjang 45 kilometer akhirnya menerima persetujuan Environmental Impact Assessment (EIA) atau semacam analisis mengenai dampak lingkungan.
Masalah lingkungan menjadi hambatan terakhir dalam jalur kanal baru yang akan melintasi Istanbul dan berfungsi untuk mengurangi beban selat Bosphorus.
Turki berharap untuk menyelesaikan beberapa masalah yang berkaitan dengan selat Bosphorus. Pihak berwenang Turki berpendapat bahwa selat itu dipenuhi dengan kapal-kapal yang sering harus menunggu dalam antrean untuk menyeberangi satu-satunya saluran air yang menghubungkan Laut Hitam dengan Laut Marmara dan Laut Tengah.
Selain itu, Presiden Erdogan mencatat bahwa proyek tersebut akan membawa keuntungan ke Ankara, yang saat ini dipaksa untuk membebankan biaya minimum hanya untuk kapal yang melewati Bosphorus karena diatur di bawah Konvensi Montreux tahun 1936.
Meskipun penilaian positif EIA terhadap proyek itu, pihak oposisi terus melawannya dengan mengklaim bahwa proyek itu terlalu mahal untuk negara dan lingkungan. Mereka berpendapat bahwa biaya sebesar US$ 10 miliar atau sekitar Rp139 triliun untuk kanal semacam itu “tidak realistis”.

Penentang Kanal Istanbul menerima harapan baru pada Juni 2019, ketika Ekrem Imamoglu dari oposisi Partai Rakyat Republik berkuasa sebagai walikota Istanbul dan bersumpah untuk menentang proyek dengan cara apa pun yang dia bisa.
Imamoglu mengecam kanal Erdogan sebagai “pengkhianatan Istanbul” dan “proyek pembunuhan” yang mengabaikan protokol kerja sama antara kota dan pemerintah negara itu pada pembangunan saluran air.
Erdogan, menolak kritik Imamoglu dan menyatakan bahwa Ankara tidak memerlukan persetujuan kota untuk proyek yang disusun pada tingkat nasional.
“Apakah mereka suka atau tidak, Kanal Istanbul sedang dibangun. Kami tidak akan membiarkan orang tanpa visi, yang tidak memiliki tujuan, tidak ada cinta dan harapan bagi negara kami, untuk menghalangi kami melakukannya,” kata presiden Turki.
Baca juga: