Angkatan Udara Amerika memesan lebih banyak bom nonnuklir terbesarnya yang dikenal sebagai GBU-57 massive ordnance penetrator (MOP). Bom ini dirancang untuk menghancurkan target yang berada di bawah tanah.
Korea Utara dan Iran menjadi dua negara yang sejak lama diduga memiliki banyak fasilitas semacam ini. Namun sebenarnya fasilitas semacam ini juga telah berkembang biak di seluruh dunia dan digunakan oleh beberapa negara untuk melindungi program senjata mereka.
Angkatan Udara Amerika memberi kontrak senilai US$ 20,9 juta atau sekitar Rp285 miliar kepada Boeing untuk membangun bom ini. Dalam pengumuman tidak diungkapkan berapa unit bom yang akan didapat. Seluruh bom tersebut sesuai jadwal akan diterima pada 2020.
GBU-57 seberat 30.000 pon adalah bom nonnuklir terbesar di Amerika. Sebuah bunker-buster yang dipandu GPS dan dirancang untuk menyelesaikan sebuah misi sulit dan rumit guna mencapai dan menghancurkan target yang terletak di fasilitas yang terlindungi dengan baik.
Senjata ini dirancang untuk digunakan pembom siluman B-2 Spirit, yang dapat membawa dua sekaligus. Bo mini belum pernah sekalipun digunakan dalam pertempuran, atau setidaknya belum pernah diketahui digunakan di medan perang.
Berdasarkan kontrak tahun 2011 yang dikutip oleh The Drive, Angkatan Udara Amerika Serikat membayar Boeing US$ 28 juta untuk delapan bom tersebut, dan juga untuk komponen tambahan serta perancangan ulang bom B-2.
Namun pesanan terbaru datang setelah Pentagon berhasil menguji dan menerapkan versi upgrade, GBU-57D / B, yang mungkin lebih mahal dibanding varian sebelumnya.
Juru bicara Angkatan Udara Amerika kepada Bloomberg pada Januari 2018 mengatakan upgrade keempat atau terakhir untuk memperbaiki kinerja bom terhadap target yang keras dan terkubur dalam.
Kantor Direktur Operasional dan Evaluasi Operasional Pentagon mengatakan dalam laporan tahun fiskal 2017 yang dikeluarkan pada bulan Januari, GBU-57 telah berhasil menyelesaikan beberapa tes di White Sands Missile Range di New Mexico selama setahun terakhir.
GBU-57, yang juga dikenal sebagai Massive Ordnance Penetrator (MOP), lebih besar dari bom GBU-43/B Massive Ordnance Air Blast Bomb (MOAB) seberat 21.600 pound. Bom yang juga dikenal dengan sebutan “mother of all bombs” menarik perhatian dunia pada bulan April 2017, ketika untuk pertama kalinya Amerika menggunakannya dalam perang. Bom dijatuhkan di Afghanistan untuk menyreang target ISIS.
Bom itu hanya bisa dijatuhkan dengan mendorongnya keluar dari pesawat baling-baling MC-130 dan terutama ditujukan untuk target permukaan lunak dan menengah yang mencakup area yang luas, target yang terdapat di lingkungan seperti gua atau ngarai, membersihkan lahan ranjau yang luas, dan untuk efek psikologis.
Sedikit informasi telah dipublikasikan tentang kemampuan GBU-57. Sebuah laporan Desember 2007 oleh Air Force News Service mengatakan bahwa bom ni memiliki casing baja yang kuat dan dapat mencapai target sedalam 61 meter di bawah tanah sebelum meledak.
Bom sepanjang 20,5 kaki itu membawa lebih dari 5.300 pon bahan peledak dan dipandu oleh Global Positioning System.
Baca juga:
Siap Digunakan di Korea Utara, Upgrade Bom Terbesar Amerika Selesai