Kritik Terhadap Serangan Udara
Kampanye kembar ini telah datang pada waktu yang sulit bagi negara produsen dan eksportir minyak terbesar kedua di dunia tersebut. Harga minyak telah turun lebih dari 60%, hingga kas negara telah terukuras. Perang Yaman juga telah menguras pundi-pundi Saudi pada tingkat yang mengkhawatirkan. Sementara ada faktor kepemimpinan di Riyadh yang terus bersaing dengan: oposisi internasional yang meningkat karena serangan udara mereka di Yaman, di mana diperkirakan 6.000 orang telah tewas selama 12 bulan terakhir perang.
Kekuatan udara Saudi telah digunakan menyerang pemberontak di Yaman dan dilaporkan telah menyebabkan sekitar setengah kematian, meskipun Saudi membantah hal tersebut.
Pada bulan Februari, mayoritas Parlemen Eropa telah menyerukan untuk melakukan embargo senjata ke Arab Saudi dengan alasan situasi bencana kemanusiaan di Yaman.
Selama 12 bulan terakhir, AS telah membantu kampanye yang dipimpin Saudi dengan pengisian bahan bakar, satelit dan kemampuan intelijen lainnya. Amerika Serikat dan Inggris juga telah menjual pesawat dan rudal presisi tinggi ke Arab Saudi.
Menurut Campaign Against Arms Trade yang berbasis di London Inggris telah menjual senjata dengan nilai sekitar US$ 4 miliar ke Arab Saudi sejak serangan udara dimulai ada Maret 2015.
“Ribuan warga sipil Yaman telah tewas dan terluka dalam serangan udara koalisi Saudi yang menghancurkan tanpa pandang bulu,” kata Amnesty International, “Dan ada bukti kuat bahwa penjualan senjata lebih lanjut ke Arab Saudi tidak hanya keliru tetapi sebenarnya ilegal.”
Saudi menolak keras tudingan ini dan mengatakan bahwa pemberontak Houthi Yaman yang memulai perang dengan menduduki ibukota dan mengusir pemerintah yang diakui PBB dan Huthi, yang didukung oleh mantan Presiden Ali Abdullah Saleh, yang melakukan pelanggaran setiap hari pada penduduk sipil.