Pertempuran Aleppo Membuka Fakta Kekuatan Udara Rusia Mulai Kedodoran
Bomber Rusia di Hamadan Airbase Iran pada 2016 lalu /Sputnik

Pertempuran Aleppo Membuka Fakta Kekuatan Udara Rusia Mulai Kedodoran

Suasana Kota Aleppo/Reuters
Suasana Kota Aleppo/Reuters

Vasily Kashin, seorang analis dengan Pusat Analisis dan Teknologi di Moskow mengatakan keinginan Rusia untuk menggunakan pangkalan di Iran  terkait dengan peningkatan intensitas kegiatan militer di wilayah Aleppo.

Hal ini diperkuat dengan bukti lain bahwa Rusia dan sekutu-sekutunya memfokuskan upaya mereka untuk mengambil kendali Aleppo selama dua bulan terakhir. Pemimpin Hizbullah Libanon, yang bersekutu dengan Iran, mengatakan pada 24 Juni bahwa mereka akan mengirim lebih banyak pejuang ke daerah Aleppo. Menurutnya, pertempuran untuk merebut kota itu penting strategis.

Sejak itu, warga dan aktivis oposisi telah melaporkan peningkatan intensitas serangan di Aleppo, termasuk operasi ketinggian menggunakan pembom Rusia. Jumlah korban sipil pun dilaporkan meingkat dan organisasi bantuan memperingatkan bencana kemanusiaan karena kekurangan pasokan makanan dan obat.

Panggakalan Iran adalah roda penggerak logistik penting dalam eskalasi di Aleppo. Karena tanpa pangalan Iran, bomber Tupolev Rusia harus terbang jarak jauh Rusia-Suriah pulang pergi.

Menurut Kashin, pangkalan udara di wilayah Suriah yang dikendalikan pemerintah tidak mampu untuk bomber besar beroperasi dan membutuhkan biaya besar untuk merenovasi cepat.

Orang yang dekat dengan kementerian pertahanan mengatakan tantangan logistik yang dihadapi operasi udara Rusia: “Kami tidak memiliki banyak pesawat.”

Selama pemboman intensif, pasukan pemberontak Aleppo bahkan telah melakukan serangan balik di pertengahan bulan ini, mematahkan pengepungan dan memulihkan akses ke rute pasokan mereka.

Menurut para ahli pertahanan, Rusia sebenarnya memiliki kapasitas militer untuk mengintensifkan pemboman di Suriah  entah menggunakan pangkalan Iran atau tidak. Tapi itu berarti lebih banyak biaya yang harus dikeluarkan Rusia, yang sedang berjuang untuk mengisi kesenjangan dalam anggaran, menghadapi pemilihan parlemen bulan depan, dan telah melihat operasi Suriah jauh melewati jadwal awal Kremlin.

Pada bulan Mei, Presiden Vladimir Putin mengumumkan bahwa “bagian utama” dari angkatan bersenjata Rusia di Suriah akan mulai menarik diri karena tugas telah dijalankan. Tapi pemboman tetap dilanjutkan.

Kesulitan ini membuat Rusia menyetujui sejumlah solusi negosiasi. Rusia pada hari Kamis setuju untuk gencatan senjata kemanusiaan 48 jam di Aleppo untuk memungkinkan pengiriman bantuan.

Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov dan Menteri Luar AS Negeri John Kerry bertemu di Jenewa pada hari Jumat untuk membicarakan gencatan senjata kemungkinan di Suriah. Mungkin militer Rusia memang sudah kedodoran di Suriah karena cekaknya anggaran mereka.