Jika Pasifik Barat menjadi daerah panas yang harus diwaspadai di masa depan maka kebutuhan pesawat dengan kemampuan terbang jarak jauh dengan kemampuan siluman memang menjadi hal yang tidak terelakkan. Pangkalan di wilayah tersebut tidak hanya langka, tetapi juga sangat rentan terhadap serangan China. Sehingga pesawat yang mampu terbang dari Amerika, melakukan serangan di Pasifik dan kembali ke Amerika akan menjadi tulang punggung penting.
Di sisi lain Angkatan Udara memiliki rencana untuk mengganti sebagian besar armada tempur saat taktis dengan Lockheed Martin F-35. Tetapi yang menarik Boeing F-15E Strike Eagle tidak masuk dalam rencana penggantian. Diprediksi Angkatan Udara akan menggantikan Strike Eagle dengan pesawat tempur generasi keenam FX di masa yang akan datang.
Namun para pejabat Angkatan Udara, menurut Majumdar, mengatakan program FX difokuskan pada mengganti F-22 Raptor dan F-15C Eagle untuk peran superioritas udara . Belum ada pemikiran untuk mengganti F-15E Strike Eagle bomber.
Dengan kondisi seperti ini Angkatan Udara bisa mempertimbangkan untuk memperluas pembelian LRS-B menjadi lebih luas dari sekadar 175 pesawat dan pengadaan jet untuk menggantikan layanan enam skuadron Strike Eagles. Jelas, tidak perlu menggantis eluruh 219 F-15E dengan LRS-B. Tetapi Angkatan Udara harus mempertimbangkan membeli 84 pembom tambahan untuk menggantikan armada Strike Eagle. Sehingga total LRS-B yang dibeli harus 259 pesawat.
Bagaimana untuk membayar itu? Dengan 259 pembom LRS-B, yang jauh lebih relevan untuk perang masa depan di Asia-Pasifik, Amerika Serikat tidak perlu banyak membeli pesawat taktis jarak pendek terutama yang telah dioptimalkan untuk lingkungan ancaman kurang. Lagi-lagi, F-35 yang seharusnya dikurangi pembeliannya.
Baca juga: