Tua dan berisik. Itulah kesan pertama ketika melihat pembom Tu-95 Bear Rusia. Anehnya, kenapa pesawat ikon Perang Dingin ini masih tetap dipertahankan, bahkan masih menjadi andalan Rusia.
Tu-95 adalah bomber yang sudah sangat tua. Tetapi pesawat yang dibangun era Soviet ini masih dilibatkan dalam serangan udara jarak jauh Rusia yang dilakukan terhadap sejumlah target di Suriah. Sebuah bomber legendaris yang menjadi simbol perang dingin.
Jika melihat bomber strategis Rusia Tu-95 Bear (Beruang) maka seperti melihat anakronisme terbang 59 tahun. Sebuah pesawat sisa Perang Dingin yang masih hidup dan lama di abad yang siluman adalah raja.
Selain itu, Bear benar-benar pesawat yang berisik dan sangat mudah dideteksi. Bahkan raungan mesin turbopropnya benar-benar keras hingga kapal selam di dasar laut pun tanpa perlatan bisa mendengar ketika Bear melintas di atasnya. Selain itu tubuhnya yang besar akan menjadikan radar dengan santai bisa menangkap gerakannya.

Tapi jenius penerbangan era Perang Dingin Andrei Tupolev tidak bodoh. Dia merancang sebuah pesawat yang dapat membawa satu neraka dari beban yang dia bawa berupa bom dan rudal, mampu terbang ribuan mil dari pangkalan di Rusia, berkeliaran di tepi wilayah udara musuh, dan memberikan kehancuran megaton nuklir.
Tu-95 berulang kali digunakan untuk melakukan uji peluncuran muatan nuklir dan termonuklir. Ketika menjalankan misi tempur, pesawat ini dipersenjatai dengan sebuah peluncur revolver dengan enam rudal jelajah Kh-55. Pembom ini juga membawa sepuluh misil pada cantelan di bawah sayapnya.
Tu-95V, hasil modifikasi Tu-95, diciptakan untuk melakukan uji peluncuran perangkat termonuklir AN602 yang berbobot 60 megaton. Perangkat tersebut kerap dijuluki Raja Bom. AN602 terdiri dari bom seberat 27 ton yang dilengkapi dengan sistem parasut.
Ukuran bom yang raksasa tersebut membuat bom ini terlalu besar untuk dimuat di kompartemen pesawat, sehingga bom tersebut dibawa di luar badan pesawat. Saat uji coba peluncuran dilakukan, bay door pesawat dilepas dan badan pesawat dicat putih untuk merefleksikan panas dari ledakan.
Tu-95 tak memiliki kursi lontar. Dalam keadaan darurat, awak pesawat harus keluar melalui lubang palka di bagian roda pesawat. Teknisi kemudian memasang ban berjalan (conveyer belt) di lantai dek pesawat, agar pilot, navigator, dan teknisi dapat menggunakan ban tersebut untuk mencapai lubang palka. Tail gunner (penembak ekor) meninggalkan pesawat menggunakan lubang palka terpisah.
Uji coba dilakukan pada 30 Oktober 1961, dan pesawat tersebut terbang dengan ketinggian 39 kilometer dari episentrum. Setelah uji coba selesai, diketahui bahwa badan dan sayap pesawat mengalami kerusakan parah karena terbakar, dan bagian alumunium dari pesawat meleleh dan berubah bentuk. Kru uji coba yang dipimpin oleh Mayor Andrei Durnovtsev sangat bersyukur karena bom tersebut tidak diuji hingga tingkat maksimal, karena kekuatan ledakan bisa meningkat hingga seratus megaton.
Pada 1962, Tu-95V yang diawaki oleh kru yang sama kembali melakukan beberapa uji peluncuran termonuklir. Pesawat ini kemudian digunakan sekali lagi pada 1970-an untuk mengantarkan badan pesawat Tu-144 dari Moskow ke Novosibirsk. Barang bawaan tersebut digantungkan di bawah badan pesawat.