Malaysia, penghasil minyak sawit nomor dua di dunia mengatakan keputusan Uni Eropa untuk mengekang impor komoditas tersebut dapat mempengaruhi harapan Prancis untuk bisa memenangkan salah satu kesepakatan jet tempur terbesar di Asia.
Pesawat jet Rafale Prancis, yang dibangun oleh Dassault Aviation (AVMD.PA), sampai saat ini dipandang sebagai pemimpin dalam rencana Malaysia untuk membeli hingga 18 pesawat tempur baru dalam sebuah kesepakatan yang berpotensi bernilai lebih dari US$ 2 miliar. Namun perundingan menghantam halangan setelah anggota parlemen Uni Eropa didorong untuk berhenti menggunakan minyak sawit sebagai bahan bakar motor.
Malaysia mengatakan awal pekan ini bahwa pihaknya tidak akan menghindar dari perang dagang dan akan merespons dengan “mungkin dan bijaksana” jika Uni Eropa tidak mundur untuk membatasi impor kelapa sawit.
“Seperti yang Anda tahu, jet tempur yang ditawarkan Prancis, Rafale, juga bersaing dengan pesawat Inggris yang telah keluar dari Uni Eropa. Jadi mereka harus mempertimbangkannya [dalam kaitannya dengan pembatasan kelapa sawit], ” kata Menteri Pertahanan Malaysia, Hishammuddin Hussein, Kamis 8 Maret 2018 sebagaimana dilaporkan Reuters.
British BAE Systems (BAES.L) telah melakukan kampanye yang konsisten selama hampir satu dekade untuk memenangkan kontrak Malaysia, bahkan mendirikan kantor regional di Kuala Lumpur.
Pernyataan terbaru Hishammuddin menimbulkan harapan untuk BAE, yang terlihat berada di kaki belakang setelah Perdana Menteri Malaysia Najib Razak mengatakan bahwa dia telah mendiskusikan kemungkinan pembelian jet tempur Rafale dengan Francois Hollande pada kunjungan Presiden Prancis tersebut pada Maret tahun lalu.
Para analis memperkirakan negara dengan perekonomian terbesar ketiga di Asia Tenggara ini bisa kehilangan pendapatan tahunan sekitar US$ 500 juta jika UE melanjutkan rencananya untuk melarang impor kelapa sawit.
Langkah tersebut juga menambah masalah Perdana Menteri Najib, yang berkuasa karena berharap dukungan suara lebih dari 600.000 petani perkebunan kelapa sawit dan keluarga mereka dalam pemilihan nasional yang harus diadakan pada bulan Agustus mendatang.
Hishammuddin mengatakan Malaysia “tidak dapat memberi label harga” untuk kepentingan negara dan rakyatnya saat menegosiasikan kesepakatan bilateral.
“Jadi [untuk] mereka yang ingin memiliki hubungan bilateral yang kuat dengan kita, jangan hanya melihat pertimbangan ekonomi yang terpisah dari pertimbangan lain, terutama bila menyangkut pertahanan karena kita punya pilihan lain,” katanya.
Malaysia telah beberapa tahun mempertimbangkan jet Rafale Prancis dan EurofighterTyphoon , yang dibangun oleh sebuah konsorsium Eropa termasuk BAE, untuk menggantikan MiG-29 Rusia mereka yang sebagian besar telah digrounded.
Namun, sebuah keputusan telah tertunda karena pemilihan umum yang akan datang dan pergeseran fokus Malaysia untuk meningkatkan kemampuan pengawasan udara.