Di bawah tatapan mata tajam China yang terus meregangkan otot militernya, negara-negara Asia Tenggara dipaksa untuk meningkatkan upaya guna mengganti armada pesawat tempur tua mereka. Hal ini sekaligus membuka pintu penawaran pesawat bernilai miliaran dolar yang akan menjadi keuntungan bagi pembuat pesawat perang.
Meskipun hampir semua negara tengah mengencangkan anggaran mereka, tetapi sumber-sumber pemerintahan dan industri telah mengatakan bahwa ada potensi besar penjualan pesawat di wilayah ini.
Sebuah konferensi perdagangan yang diselenggarakan di Kuala Lumpur pekan ini dipadai dengan calon pembeli dan penjual dari perusahaan Rusia, Prancis, Inggris, China, Pakistan dan Amerika. Diadakan setiap tahun, peserta dilaporkan lebih sibuk dari sebelumnya.
Malaysia dipandang sebagai pasar paling besar yang akan diperebutkan. Negara ini berencana membeli 18 jet tempur baru untuk menggantikan jet tempur MiG-29 yang sudah tua. Kesepakatan berpotensi bernilai lebih dari US$2,5 miliar.
Saab Gripen, Eurofighter Typhoon, Sukhoi Su-30, dan Sino-Pakistan JF-17 serta Dassault Rafale berharap bisa beruntung di kesempatan ini.
“Kami berharap untuk membuat Malaysia negara kesembilan yang membeli Typhoon,” kata John Brosnan, yang mengepalai bisnis BAE Systems Asia, BAE Systems adalah, salah satu mitra dalam konsorsium Eurofighter. Kementerian Pertahanan Malaysia belum berkomentar tentang hal ini.
Vietnam, yang selama ini secara tradisional memilik Rusia sebagai pemasok senjata juga tengah diincar. Menurut sumber pemerintah dan industri Saab dan Dassault dikabarkan telah melakukan pembicaraan tentang rencana pembelian 12 jet tempur. Vietnam sepertinya sedang berusaha untuk mengurangi ketergantungan pada Rusia.
“Mereka [Vietnam] tampaknya tertarik untuk bergerak menjauh dari Rusia,” kata Kaj Rosander, Direktur Regional untuk ekspor Gripen di Saab. “Sepertinya panggilan berikutnya akan berada di Vietnam.”
Sumber industri mengatakan Vietnam juga dalam pembicaraan dengan Moskow untuk rencana pembelian beberapa Su-35. Pejabat Rosoboronexport, agen ekspor senjata Rusia, menolak untuk mengomentari negosiasi. Pejabat Vietnam terkenal jarang mengomentari hal pengadaan senjata dan tidak menanggapi permintaan Reuters untuk memberikan komentar.
Meski enggan berbicara secara terbuka, para pejabat di negara-negara termasuk Indonesia dan Vietnam mengatakan keinginan mereka untuk kembali jet tempur baru karena didorong sebagian besar oleh kehadiran China yang terus berkembang di Laut Cina Selatan yang disengketakan.
Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI Agus Supriatna Senin 25 April 2016 mengakui pengawasan laut tidak bisa dijalankan optimal karena minimnya pesawat. Untuk mengawasi laut Indonesia yang sedemikian luas, Indonesia setidaknya butuh 1 skuadron khusus dengan 12-16 pesawat.
“Meningkatnya ketegangan di [wilayah Asia-Pasifik] telah menjadikan proses modernisasi militer yang lama tertunda bergerak menjadi agenda politik di sejumlah negara,” kata Craig Caffrey, analis utama di IHS Jane dalam sebuah laporan. “Filipina, Indonesia, Jepang dan Vietnam semua mengikuti jejak China dan kita tidak melihat ada tanda-tanda tren ini akan segera berakhir.”