Pelanggan Rusia

Sebaliknya, Rusia menjadi importir utama di China dan India, khususnya di bidang persenjataan dan perangkat militer. China, yang memiliki cadangan dana tiga triliun dolar AS, lebih memilih teknologi Rusia. Bos-bos besar di Beijing bukan orang bodoh, mereka penguasa masa depan. Mereka tak hanya ingin mempertahankan kekuatan China menggunakan perangkat Rusia, tapi juga menyadari bahwa sistem persenjataan Rusia lebih unggul dari perangkat buatan Barat.
Akuisisi terbaru China termasuk pesawat pengembom-tempur generasi ke-4++ Su-35 dan sistem pertahanan udara Triumf S-400. Gairah China untuk memiliki senjata Rusia juga didorong oleh keinginan untuk menyerap teknologi pertahanan canggih yang tak mereka miliki.
Sebagai contoh, China saat ini bergantung terhadap mesin Rusia bagi jet siluman J-20 dan J-31 mereka. Pengamat industri militer dapat melihat kesulitan yang dihadapi insinyur China saat berupaya memiliki teknologi AS. Pesawat tempur siluman China banyak yang berbasis teknologi siluman AS yang diakses oleh peretas China, dan desainer China memproduksi pesawat tersebut sebelum Amerika berhasil menyempurnakan pesawat tempur siluman F-35 mereka sendiri.
Di sisi lain, mesin Rusia terbukti sulit untuk diutak-atik. Kebutuhan untuk mengintip mesin Su-35 merupakan salah satu alasan China menghabiskan miliaran dolar AS untuk mendapatkan 24 pesawat canggih tersebut.
Anda dapat gambarannya — teknologi Rusia jauh lebih rumit daripada yang dianggap para pengamat Barat. Dengan terus “disuapi” rilis pers Pentagon dan kadang bekerja sebagai reporter di medan perang, kebanyakan jurnalis Barat tak mampu memberi penilaian yang informatif. Mereka juga sadar, mereka tak boleh mengigit tangan yang memberi mereka makan. Jika Anda bekerja di perusahaan Amerika, Anda tak bisa menulis apapun yang menggambarkan perangkat pertahanan Amerika bukan teladan unggul. Hasilnya, objektivitas pun terlupakan.
Pemikiran yang tertutup itu juga bisa merusak diri mereka sendiri, karena hal itu menghalangi masyarakat dan pengamat membandingkan kekuatan dan kelemahannya secara objektif. Hanya saat perang berakhir masyarakat akan tahu bagaimana efisiensi senjata Barat dibanding musuh terlatih. Musuh semacam itu tak akan seperti Irak yang diserang oleh lebih dari 40 negara dan tak memiliki militer yang bersemangat. Jika AS harus melawan China, Vietnam, atau India, baru mereka akan menghadapi perlawanan nyata. Jelas, saat itu sudah terlambat untuk mengubah desain senjata.
India menginvestasikan 25 miliar dolar AS untuk proyek pesawat tempur siluman Rusia PAK-FA. Mereka juga membeli Sukhoi-30 Flanker, tank T-90, dan kapal tempur siluman. India mengalokasikan lebih dari seratus miliar dolar AS untuk perangkat militer dalam dekade ini dan sebagian besar dari dana tersebut ditujukan bagi pembelian senjata Rusia. Meski industri pertahanan Barat juga membuka cabang di New Delhi dan ingin menjajakan pesawat, kapal selam, dan misil mereka, India tetap bertahan dengan Rusia karena pengalaman medan tempurnya menggunakan senjat Rusia telah terbukti positif.
Realitanya adalah senjata Rusia memang ditujukan untuk beroperasi — mereka adalah kuda pekerja. Bahkan pada masa awal Perang Dingin saat Moskow kesulitan mengejar Barat di bidang persenjataan, kualitas senjata Rusia telah dikenal di Barat. Saat itu kepetingan perusahaan dan jurnalisme Barat belum ternodai. Pada 1958, majalah TIME menulis, “Senjata Rusia secara umum memiliki desain yang lebih sederhana dan lebih dinamis. Selama ini Barat menganggap Soviet membuat senjata sederhana karena mereka tak mampu membuat senjata kompleks. Kini Barat sadar bahwa kesederhanaan menunjukkan tingginya kecakapan rekayasa teknis.”