Selain itu, perang di Irak dan Afghanistan telah memaksa Hornet digeber lebih kencang. Meskipun telah secara perlahan-lahan ditutup sejumlah Super Hornet tambahan pembelian oleh Angkatan Laut sendiri.
Korps Marinir lebih parah lagi karena unit ini tidak pernah membeli Super Hornet, dan telah menempatkan semua anggarannya ke F-35, sebuah langkah yang telah menguras dollar mereka.Alhasil Hornet benar-benar dalam situasi sulit karena tidak ada dana. Belum lagi adanya kekurangan personel. Diperkirakan mereka kekurangan 10 persen personel untuk mengurus dan menjaga armada Hornet agar tetap layak terbang.
Selama ini banyak juga kritikan Angkatan Laut dan Marinir dipaksa melakukan misi berlebihan. Mereka harus menggunakan jet-jet tempur garis depan untuk misi yang sebenarnya bisa dilakukan oleh pesawat yang lebih ringan dan murah.
Banyak pesawat tempur yang harus dibakar untuk membuat transit panjang dari Teluk Arab ke Afghanistan selama dekade terakhir, bahkan bertahun-tahun setelah invasi awal negara. Untuk wilayah dengan sistem pertahanan udara musuh sangat lemah, penggunaan pesawat mahal sesungguhnya tidak perlu dan hanya buang-buang duit saja.